Sistem Informasi Penelusuran Perkara
PENGADILAN NEGERI SUMENEP
INFORMASI DETAIL PERKARA



Nomor Perkara Pemohon Termohon Status Perkara
1/Pid.Pra/2024/PN Smp Khairil Hadi Bin Hamidi 2.Kepala Kepolisian Republik Indonesia Daerah Jawa Timur , Kepolisian Resort Sumenep, Sektor Prenduan
3.Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Kejaksaan Negeri Sumenep
Minutasi
Tanggal Pendaftaran Senin, 22 Jan. 2024
Klasifikasi Perkara Sah atau tidaknya penangkapan
Nomor Perkara 1/Pid.Pra/2024/PN Smp
Tanggal Surat Senin, 22 Jan. 2024
Nomor Surat -/
Pemohon
NoNama
1Khairil Hadi Bin Hamidi
Termohon
NoNama
1Kepala Kepolisian Republik Indonesia Daerah Jawa Timur , Kepolisian Resort Sumenep, Sektor Prenduan
2Kejaksaan Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Kejaksaan Negeri Sumenep
Kuasa Hukum Termohon
Petitum Permohonan

Perihal:
Permohonan Praperadilan

Kepada Yang Terhormat:
Yang Mulia Ketua Pengadilan Negeri Sumenep
di
Jl. KH. Mansyur No. 49
Pabian, Sumenep

Salam hormat,
Dengan ini, saya:
Nama: Sucipto, S. HI; Tempat/Tanggal Lahir: Sumenep, 04 Mei 1989; Jenis Kelamin: Laki-Laki; Nomor Induk Advokat (NIA): 17.03363; Agama: Islam; Kewarganegaraan: Warga Negara Indonesia (WNI), selaku advokat dan/atau Penasihat Hukum yang beralamat di Dusun Duko Barat, RT: 06, RW: 02, Desa Ellak-Laok, Kecamatan Lenteng, Kabupaten Sumenep; Telepon: +6287777744566 (What’sApp); website: www.marlaf-sucipto.com; e-Mail: mrlfsucipto@gmail.com

Berdasarkan Surat Kuasa Khusus bertanggal 21 Januari 2024, bertindak untuk dan atas nama, mewakili, mendampingi:
Nama: Khairil Hadi bin Hamidi: Tempat/Tanggal Lahir: Sumenep, 28 Juli 2004; Umur: 19 Tahun; Jenis Kelamin: Laki-Laki; Alamat: Dusun Maronggi Daja, RT: 02, RW: 01, Desa Pragaan, Kecamatan Pragaan, Kabupaten Sumenep; Agama: Islam; Pekerjaan: Pelajar/Mahasiswa; Kewarganegaraan: Warga Negara Indonesia (WNI).
Selanjutnya disebut sebagai........................................................................PEMOHON

Mengajukan Permohonan Praperadilan ke Pengadilan Negeri Sumenep atas terbitnya:
1.    Surat Perintah Penangkapan Nomor: Sprint-Kap/09/XII/2023/ Polsek tanggal 28 Desember 2023, selanjutnya disebut sebagai.....Objek Sengketa 1;
2.    Surat Perintah Penahanan Nomor: SPP/09/XII/2023/Polsek tanggal 28 Desember 2023, selanjutnya disebut sebagai........................Objek Sengketa 2
Yang dikeluarkan dan/atau diterbitkan oleh Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur Resort Sumenep Sektor Prenduan. Alamat: jl. Raya Prenduan, Pesisir, Prenduan, Pragaan Sumenep 69465  Cq. Kepolisian Negara Republik Indonesia Daerah Jawa Timur Resort Sumenep. Alamat: Jl. Urip Sumoharjo, No. 35, Mastasek, Pabian, Sumenep.
Selanjutnya disebut sebagai.............................................................TERMOHON 1

3.    Surat Perpanjangan Penahanan Nomor: B/40/M.5.35/EUL.1/I/2024 tanggal 15 Januari 2024, selanjutnya disebut sebagai.......................Objek Sengketa 3
Yang dikeluarkan dan/atau diterbitkan oleh Kejaksaan  Republik Indonesia, Kejaksaan Tinggi Jawa Timur, Kejaksaan Negeri Sumenep. Alamat: Jl. KH. Mansyur No. 54 Sumenep
Selanjutnya disebut sebagai.............................................................TERMOHON 2

Adapun alasan dan/atau dalil-dalil diajukannya Permohonan Praperadilan perkara a quo yaitu sebagaimana berikut:
POSITA
A.    Kewenangan Mengadil
Pengadilan Negeri Sumenep, berdasarkan ketentuan Pasal 77 huruf a dan Pasal 78 ayat (1) Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP), berwenang untuk memeriksa dan mengadili Permohonan Praperadilan perkara a quo;

B.    Kronologi Perkara
Bahwa, pada hari Rabu, 27 Desember 2023, sekira jam 23:00 WIB, datang sekira 5 (lima) orang ke rumah Pemohon, yang tidak menjelaskan siapa mereka, menanyai Pemohon kepada orangtuanya yang bernama Hamidi, masuk ke rumah kemudian ke kamar Pemohon, tanpa minta ijin terlebih dahulu, tanpa menunjukkan identitas mereka, tanpa menunjukkan dan/atau membacakan dokumen apa pun, baik kepada orangtua Pemohon maupun kepada Pemohon, dengan percakapan kurang lebih:
“Kaentoh romana Khairil, ki, kaemmah Khairil; di sini rumahnya Khairil, ya, di mana Khairil”. orangtua Pemohon yang bernama Hamidi, menjawab, “Engki, teppak, kaessak orengga bede eloar, meccek sepeda motor; iya benar, itu orangnya ada di luar, memperbaiki sepeda motor”, sambil menunjuk kepada Pemohon.

Tanpa banyak bicara, ke 5 (lima) orang ini langsung masuk ke rumah Pemohon, menuju kamar Pemohon. Padahal Pemohon ada di luar, ada di beranda rumah Pemohon. Pemohon kemudian membuntuti, mengikuti mereka yang langsung masuk ke kamar Pemohon. Satu dari 5 (lima) orang tersebut ada yang bertanya, “dimma konci lamarina?; di mana kunci lemarinya?”, oleh Pemohon kemudian diserahkan.

Salah satu dari 5 (lima) orang tersebut mengambil sesuatu kemudian membawanya dan mengajukan pertanyaan kepada Pemohon: “Deri dimma olle rea; dari mana dapat ini?”, salah satu dari 5 (lima) orang tersebut menunjukkan kepada Pemohon. Pemohon menjawabnya: “Deri Khoirul; Dari Khoirul”. Kemudian salah satu dari yang lima itu berujar kepada Pemohon: “Mara noro’ engko’ ka kantor; ayo ikut saya ke kantor”. Akhirnya Pemohon ikut dan ternyata kantor tersebut adalah Kantor Termohon 1.

Pada saat itu, Pemohon diperiksa, diinterogasi, kemudian ditahan dan/atau tidak dipulangkan kembali ke rumahnya oleh Termohon 1.

C.    Permasalahan Hukum
Bahwa, Pemohon mengajukan keberatan melalui pranata hukum Praperadilan perkara a quo karena Perbuatan dan/atau tindakan Termohon 1, diduga bertentangan dengan ketentuan hukum yang berlaku. Di antaranya:
1.    Dalam hal Penangkapan
1.1    Bahwa, Termohon 1 menerbitkan Objek Sengketa 1 pada 28 Desember 2023. Sedangkan Termohon 1 menangkap Pemohon pada 27 Desember 2023 sekira jam 23:00 WIB di rumah Pemohon;

Waktu dilakukan penangkapan dan terbitnya Objek Sengketa 1, berbeda. Penangkapan pada 27 Desember 2023, sedangkan Objek Sengketa 1 diterbitkan pada 28 Desember 2023. Pada 27 Desember 2023, Termohon 1 sejatinya bisa dan memiliki waktu yang cukup untuk mempersiapkan administrasi; mulai dalam menerbitkan Objek Sengketa 1 dan bentuk dokumen lain sesuai ketentuan hukum karena hal tersebut merupakan kewenangan yang melekat kepada Termohon 1.

Objek Sengketa 1, berdasarkan ketentuan Pasal 19 ayat (1) KUHAP, hanya berlaku untuk paling lama 1 (satu) hari. Sedangkan perkara a quo, antara waktu penangkapan dan terbitnya Objek Sengketa 1, berbeda; Penangkapan dilakukan pada 27 Desember 2023, sedangkan Objek Sengketa 1 diterbitkan pada 28 Desember 2023.

Karena fakta penangkapan dan waktu terbitnya Objek Sengketa 1 berbeda, maka Objek Sengketa 1 perkara a quo, harus dinyatakan tidak sah.
Pasal 19 ayat (1) KUHAP
“Penangkapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17, dapat dilakukan untuk paling lama satu hari”.

1.2    Dalam hal penyelidikan maupun penyidikan, sebagaimana ketentuan Pasal 16 ayat (1) dan ayat (2) KUHAP, Termohon 1 memang berwenang melakukan penangkapan. Cuma, berdasarkan ketentuan Pasal 17 KUHAP, perintah penangkapan itu harus didasarkan bukti permulaan yang cukup. Bukti permulaan yang cukup, merujuk pada Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor: 21/PUU-XII/2014, dimaknai sekurang-kurangnya 2 (dua) minimal alat bukti sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP.
Pasal 16 ayat (1) KUHAP
“Untuk kepentingan penyelidikan, penyelidik atas perintah penyidik berwenang melakukan penangkapan”.

Pasal 16 ayat (2) KUHAP
“Untuk kepentingan penyidikan, penyidik dan penyidik pembantu berwenang melakukan penangkapan”.

Pasal 17 KUHAP
“Perintah penangkapan dilakukan terhadap seorang yang diduga keras melakukan tindak pidana berdasarkan bukti permulaan yang cukup”.

Pertanyaannya, alat bukti apa yang dimiliki oleh Termohon 1 waktu itu, dalam melakukan penangkapan terhadap Pemohon, dalam dugaan tindak pidana yang dipersangkakan kepada Pemohon?

Terkait Objek Sengketa 1, harus didasarkan atas 2 (dua) minimal alat bukti yang cukup, juga sudah dipertegas di dalam Pasal 1 ayat (20) KUHAP:
“Penangkapan adalah suatu tindakan penyidik berupa pengekangan sementara waktu kebebasan tersangka atau terdakwa apabila terdapat cukup bukti guna kepentingan penyidikan atau penuntutan dan atau peradilan dalam hal serta menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini”.

1.3    Bahwa, penangkapan yang dilakukan oleh penyelidik, penyidik atau penyidik pembantu, berdasarkan ketentuan Pasal 18 ayat (1) dan ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 6 Tahun 2019 tentang Penyidikan Tindak Pidana, selanjutnya disebut PERKAP 6/2019, harus berdasarkan perintah penyidik.

Dalam melakukan penangkapan, penyelidik, penyidik atau penyidik pembantu harus didasarkan pada surat perintah penangkapan dan surat perintah tugas. Sedangkan dalam perkara a quo, penyelidik, penyidik atau penyidik pembantu, saat melakukan penangkapan terhadap Pemohon, tidak menunjukkan surat perintah penangkapan dan tidak pula menunjukkan surat perintah tugas untuk melakukan penangkapan;

1.4    Bahwa, Termohon 1 saat melakukan penangkapan, tidak dikenali bahwa Termohon 1 adalah polisi yang memiliki wewenang untuk melakukan penangkapan. Termohon 1 tiba-tiba masuk ke rumah Pemohon tanpa permisi kemudian langsung menuju kamar Pemohon sebagaimana penjelasan yang dimuat dalam B. Kronologi Perkara di atas.

Termohon 1 tidak menjelaskan siapa mereka, apa maksud dan tujuan kedatangan mereka. Waktunya pun sudah tengah malam di saat orang-orang di rumah dan tetangga sekitar Pemohon umumnya sudah istirahat, sudah tidur. Padahal, berdasarkan ketentuan Pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c, d, dan g, Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 2009 tentang Implementasi Prinsip dan Standar Hak Asasi Manusia dalam Penyelenggaraan Tugas Kepolisian Negara Republik Indonesia, selanjutnya disebut PERKAP 8/2009, Termohon 1 wajib menunjukkan identitasnya, wajib menunjukkan surat perintah penangkapan, wajib memberitahukan alasan penangkapan terhadap Pemohon, wajib menjelaskan tindak pidana yang dipersangkakan berikut ancaman hukuman Pemohon pada saat dilakukan penangkapan. Termasuk juga memberitahu hak-hak Pemohon dan cara menggunakan hak-hak tersebut, berupa hak untuk diam, mendapatkan bantuan hukum dan/atau didampingi oleh penasihat hukum, serta hak-hak lainnya sesuai ketentuan hukum yang berlaku.

Termohon 1 tidak melakukan hal tersebut kepada Pemohon. Pemohon dan keluarga berikut sanak keluarga bingung. Ini kok tiba-tiba ada orang tidak kenal dan tidak pula mengenalkan diri, masuk ke rumah, mencari Pemohon, bertanya di mana Pemohon kemudian masuk ke dalam kamar Pemohon, meminta kunci lemari yang terletak di kamar Pemohon, mengambil sesuatu kemudian membawa Pemohon tanpa penjelasan sebagaimana telah dijelaskan di atas, hanya berujar “Mayuh noro’ ka kantor; ayo ikut ke kantor”, menurut Pemohon, adalah perbuatan dan/atau tindakan yang diduga kuat adalah perbuatan dan/atau tindakan sewenang-wenang. Padahal, berdasarkan ketentuan Pasal 6 huruf d PERKAP 8/2009, Pemohon memiliki hak bebas dari penangkapan yang sewenang-wenang.
Pasal 17 ayat (1) PERKAP 8/2009
huruf a
“Dalam melakukan penangkapan setiap petugas wajib untuk memberitahu/menunjukkan tanda identitasnya sebagai petugas Polri”

huruf b
"Dalam melakukan penangkapan setiap petugas wajib untuk menunjukkan surat perintah penangkapan kecuali dalam keadaan tertangkap tangan"

huruf c
"Dalam melakukan penangkapan setiap petugas wajib untuk memberitahukan alasan penangkapan"

huruf d
"Dalam melakukan penangkapan setiap petugas wajib untuk menjelaskan tindak pidana yang dipersangkakan termasuk ancaman hukuman kepada tersangka pada saat penangkapan"

huruf g
Dalam melakukan penangkapan setiap petugas wajib untuk memberitahu hak-hak tersangka dan cara menggunakan hak-hak tersebut, berupa hak untuk diam, mendapatkan bantuan hukum dan/atau didampingi oleh penasihat hukum, serta hak-hak lainnya sesuai KUHAP."

Pasal 6 huruf d PERKAP 8/2009
"HAM sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) yang termasuk dalam cakupan tugas Polri, meliputi hak bebas dari penangkapan sewenang-wenang, hak bebas dari penghilangan secara paksa".

1.5    Bahwa, jika Termohon 1 mendasari penangkapan terhadap Pemohon karena tertangkap tangan, maka, Termohon 1 tetap harus melaksanakan ketentuan Pasal 17 ayat (1) huruf a, c, d, dan g Perkap 8/2009. Karena kewenangan administratif itu melekat penuh kepada Termohon 1 dan Termohon 1 dapat mempersiapkannya sebaik mungkin. Sedangkan dalam perkara a quo, Termohon 1 mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan ketentuan tersebut;

Tertangkap tangan, menurut ketentuan Pasal 1 ayat (19) KUHAP jo. Pasal 1 ayat (18) PERKAP 6/2019, memiliki arti:
“Tertangkap tangan adalah tertangkapnya seorang pada waktu sedang melakukan tindak pidana, atau dengan segera sesudah beberapa saat tindak pidana itu dilakukan, atau sesaat kemudian diserukan oleh khalayak ramai sebagai orang yang melakukannya, atau apabila sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu”.

Dilihat dari kronologi dan konstruksi perkara a quo, disesuaikan dengan pemaknaan dan/atau pengertian Pasal 1 ayat (19) KUHAP jo. Pasal 1 ayat (18) Perkap 6/2019, Pemohon tidak memenuhi unsur untuk diposisikan sebagai pihak yang Tertangkap tangan. Katakanlah Termohon 1 mau menggunakan frase; “...sesaat kemudian padanya ditemukan benda yang diduga keras telah dipergunakan untuk melakukan tindak pidana itu yang menunjukkan bahwa ia adalah pelakunya atau turut melakukan atau membantu melakukan tindak pidana itu...”, juga tidak memenuhi unsur. Sebab, barang yang kemudian dijadikan barang bukti (BB) itu, tidak ditemukan dan/atau tidak melekat kepada Pemohon. BB tersebut berada di kamar Pemohon yang cara dapatnya mestinya ditempuh dengan pranata hukum penggeledahan.

Selain itu, jika frase “...sesaat kemudian...” juga mau dimaknai pasca penangkapannya terduga pelaku kejahatan yang bernama Akmal, juga sudah tidak relevan karena medio waktunya sudah cukup jauh. Unsur “sesaat kemudian...” tidak terpenuhi.

1.6    Bahwa, Dasar Penangkapan Pemohon sebagaimana dijelaskan di dalam Objek Sengketa 1 dan Objek Sengketa 2 adalah Laporan Polisi Nomor: LP/B/13/XII/2023/SPKT Polsek Prenduan/Polres Sumenep/Polda Jawa Timur, tanggal 28 Desember 2023, dan Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sp-sidik/09/XII2023/Polsek tanggal 28 Desember 2023.

Jika salah satu dasar penangkapan itu adalah laporan, siapa yang membuat laporan dan/atau siapa yang mengadukan? Laporan dan/atau pengaduannya model apa? Bukannya dugaan adanya tindak pidana yang disangkakan kepada Pemohon adalah hasil interogasi atas terduga pelaku kejahatan lain yang bernama Akmal? Pelapor dan/atau pengadunya apakah Akmal? Atau pihak lain yang mendapatkan informasi dari Akmal?. Dari sini, Pemohon memerlukan penjelasan supaya perkara a quo jelas dan terang sebagaimana maksud adanya penyelidikan-penyidikan suatu perkara.

Interogasi dan laporan, memiliki makna yang berbeda. Interogasi, menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI), bermakna “pertanyaan” atau “pemeriksaan terhadap seseorang melalui pertanyaan lisan yang bersistem”. Sedangkan Laporan, memiliki makna “segala sesuatu yang dilaporkan”.

Jika alasan lain penangkapan dalam perkara a quo adalah surat perintah penyidikan, mengapa Pemohon sampai Permohonan a quo diajukan belum menerima tembusan surat perintah penyidikan, atau setidak-tidaknya tembusan Surat Pemberitahuan Dimulainya Penyidikan (SPDP) perkara a quo. Padahal, berdasarkan ketentuan Pasal 14 ayat (1) PERKAP 6/2019, Pemohon berhak mendapatkan SPDP selambat-lambatnya 7 (tujuh) hari sejak Surat Perintah Penyidikan diterbitkan. Sampai Permohonan a quo diajukan, SPDP perkara a quo belum pernah Pemohon dan/atau keluarga Pemohon terima.

2.    Dalam Hal Penggeledahan
3.1    Bahwa, merujuk pada ketentuan Pasal 32 KUHAP, Termohon 1 selaku penyidik memang dapat melakukan penggeledahan rumah Pemohon, penggeledahan pakaian Pemohon, dan penggeledahan badan Pemohon. Cuma, tindakan Termohon 1 dalam melakukan penggeledahan, tidak boleh sewenang-wenang. Termohon 1 harus menunjukkan surat izin penggeledahan Ketua Pengadilan Negeri setempat. Atau apabila surat izin pengadilan negeri setempat tidak ada karena kondisi mendesak sebagaimana ketentuan Pasal 34 ayat (1) KUHAP, maka Termohon 1 dalam melakukan penggeledahan harus tetap menyiapkan administrasinya, tetap harus memperhatikan ketentuan Pasal 126 ayat (2) KUHAP. Yaitu, membaca Berita Acara Penggeledahan (BAP) sebelum Termohon 1 melakukan penggeledahan;

3.2    Bahwa, pada saat Termohon 1 melakukan penggeledahan dengan memasuki rumah Pemohon, Termohon 1 juga tidak menunjukkan identitasnya sebagai penyelidik dan/atau penyidik kepolisian. Termohon 1 masuk begitu saja sebagaimana uraian B. Kronologi Perkara yang dijabarkan di atas. Padahal, ketentuan Pasal 125 KUHAP, Termohon 1 harus menunjukkan identitas Termohon 1 kepada Pemohon dan keluarga Pemohon. Termohon 1 tidak melakukan hal tersebut.

Bahwa, selain Termohon 1 tidak membacakan BAP sebelum melakukan penggeledahan sebagaimana ketentuan Pasal 126 ayat (2) KUHAP, Termohon 1 juga tidak bersama Kepala Desa atau kepala lingkungan yang Pemohon dan keluarga Pemohon kenali. Termohon 1 merupakan orang asing atau orang yang tidak dikenali oleh Pemohon maupun keluarga Pemohon. Pemohon baru tahu jika Termohon 1 adalah polisi setelah Pemohon benar-benar dibawa ke Kepolisian Sektor Prenduan, kantor Termohon 1.

Termohon 1 sudah tidak menunjukkan dan/atau menjelaskan identitas sebagai polisi sebagaimana ketentuan Pasal 125 KUHAP, Termohon 1 tidak pula membacakan Berita Acara Penggeledahan dan pada saat datang tidak bersama kepala desa dan/atau kepala lingkungan sebagaimana ketentuan Pasal 126 ayat (2) KUHAP.

Tindakan dan/atau perbuatan Termohon 1 karena mengabaikan ketentuan Pasal 125 dan Pasal 126 ayat (2) KUHAP, saat memasuki rumah Pemohon, yang kemudian masuk ke kamar Pemohon, membingungkan, menimbulkan tanda tanya besar, baik kepada Pemohon maupun kepada keluarga Pemohon; orang-orang ini siapa? Kok main masuk tanpa ada penjelasan siapa mereka? Mereka mau apa? Dlsb.

3.3    Bahwa, tindakan dan/atau perbuatan Termohon 1 dalam melakukan penggeledahan, dengan terlebih dahulu harus menunjukkan surat ijin penggeledahan dari pengadilan, atau apabila dalam keadaan mendesak, sekurang-kurangnya menunjukkan surat perintah penggeledahan, telah juga diatur di dalam Pasal 20 ayat (1) PERKAP 6/2019. Cuma, ketentuan ini juga diabaikan oleh Termohon 1. Termohon 1 tidak melaksanakan ketentuan ini;

3.4    Bahwa, berdasarkan ketentuan Pasal 32 ayat (1) huruf a, b, c, d, dan i PERKAP 8/2009, tindakan dan/atau perbuatan Termohon 1 dalam melakukan Penggeledahan, wajib memberitahukan kepentingan tindakan penggeledahan secara jelas dan sopan; wajib meminta maaf dan meminta kesediaan orang yang digeledah atas terganggunya hak privasi karena harus dilakukannya pemeriksaan; wajib menunjukkan surat perintah tugas dan/atau identitas petugas; wajib melakukan pemeriksaan untuk mencari sasaran pemeriksaan yang diperlukan dengan cara yang teliti, sopan, etis dan simpatik; wajib menyampaikan terima kasih atas terlaksananya penggeledahan.

Dalam perkara a quo, Termohon 1 tidak melaksanakan sebagaimana ketentuan Pasal 32 ayat (1) huruf a, b, c, d, dan i PERKAP 8/2009. Padahal, hal tersebut adalah kewajiban Termohon 1 dan merupakan larangan yang melekat kepada Termohon 1 sesuai ketentuan Pasal 11 ayat (1) huruf i, PERKAP 8/2009.

3.5    Bahwa, ketentuan Pasal 33 ayat (1) PERKAP 8/2009:
Dalam melakukan tindakan penggeledahan tempat/rumah, petugas wajib:
a.    Melengkapi administrasi penyidikan;
b.    Memberitahukan ketua lingkungan setempat tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan;
c.    Memberitahukan penghuni tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan;
d.    menunjukkan surat perintah tugas dan/atau kartu identitas petugas;
e.    melakukan penggeledahan untuk mendapatkan barang atau orang dengan cara yang teliti, sopan, etis dan simpatik dan harus didampingi oleh penghuni;
f.    melakukan tindakan penggeledahan sesuai dengan teknik dan taktik pemeriksaan untuk kepentingan tugas sesuai dengan batas kewenangannya;
g.    menerapkan taktik penggeledahan untuk mendapatkan hasil seoptimal mungkin, dengan cara yang sedikit mungkin menimbulkan kerugian atau gangguan terhadap pihak yang digeledah atau pihak lain;
h.    Dalam hal petugas mendapatkan benda atau orang yang dicari, tindakan untuk mengamankan barang bukti wajib disaksikan oleh pihak yang digeledah atau saksi dari ketua lingkungan;
i.    Menyampaikan terima kasih atas terlaksananya penggeledahan; dan
j.    Membuat berita acara penggeledahan yang ditandatangani oleh petugas, pihak yang digeledah dan para saksi.

Atas penggeledahan rumah Pemohon, Termohon 1 juga mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan ketentuan tersebut. Padahal, hal tersebut adalah kewajiban Termohon 1 dan merupakan larangan jika Termohon 1 tidak melaksanakannya. Hal ini diatur di dalam ketentuan Pasal 33 ayat (2) PERKAP 8/2009:
Dalam melakukan penggeledahan tempat/rumah, petugas dilarang:
a.    Tanpa dilengkapi administrasi penyidikan;
b.    Tidak memberitahukan ketua lingkungan setempat tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan;
c.    Tanpa memberitahukan penghuni tentang kepentingan dan sasaran penggeledahan, tanpa alasan yang sah;
d.    Melakukan penggeledahan dengan cara yang sewenang-wenang, sehingga merusakkan barang atau merugikan pihak yang digeledah;
e.    Melakukan tindakan penggeledahan yang menyimpang dari kepentingan tugas yang di luar batas kewenangannya;
f.    Melakukan penggeledahan dengan cara berlebihan sehingga menimbulkan kerugian atau gangguan terhadap hak-hak pihak yang digeledah;
g.    Melakukan pengambilan benda tanpa disaksikan oleh pihak yang digeledah atau saksi dari ketua lingkungan;
h.    Melakukan pengambilan benda yang tidak ada kaitannya dengan tindak pidana yang terjadi;
i.    Bertindak arogan atau tidak menghargai harkat dan martabat orang yang digeledah;
j.    Melakukan tindakan menjebak korban/tersangka untuk mendapatkan barang yang direkayasa menjadi barang bukti; dan
k.    Tidak membuat berita acara penggeledahan setelah melakukan
penggeledahan.

3.    Dalam hal Penyitaan
3.1    Bahwa, berdasarkan ketentuan Pasal 128 KUHAP, dalam melakukan penyitaan, terlebih dahulu Termohon 1 harus menunjukkan tanda pengenalnya kepada Pemohon dan dari mana benda itu disita. Dalam perkara a quo, Termohon 1 tidak melaksanakan ketentuan tersebut;
"Dalam hal penyidik melakukan penyitaan, terlebih dahulu ia menunjukkan tanda pengenalnya kepada orang dari mana benda itu disita"

3.2    Bahwa, Termohon 1 juga tidak melaksanakan ketentuan Pasal 129 KUHAP secara sempurna. Termohon 1 hanya menunjukkan barang yang diambil oleh Termohon 1 dari lemari Pemohon, kemudian Termohon 1 bertanya, dari siapa barang tersebut didapat? Jawaban Pemohon, didapat dari Khairul. Setelah itu tidak ada percakapan lain selain kemudian Pemohon diminta ikut, atau tepatnya dibawa Termohon 1. Padahal, menurut ketentuan Pasal 129 KUHAP, Termohon 1 tidak cukup hanya memperlihatkan benda/barang yang akan disita, tapi ketentuan lain sebagaimana diatur di dalam Pasal 129 KUHAP, juga harus dilaksanakan secara saksama, cermat dan teliti oleh Termohon 1:
(1)    Penyidik memperlihatkan benda yang akan disita kepada orang dari mana benda itu akan disita atau kepada keluarganya dan dapat minta keterangan tentang benda yang akan disita itu dengan disaksikan oleh kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi;

(2)    Penyidik membuat berita acara penyitaan yang dibacakan terlebih dahulu kepada orang darimana benda itu disita atau keluarganya dengan diberi tanggal dan ditandatangani oleh penyidik maupun orang atau keluarganya dan atau kepala desa atau ketua lingkungan dengan dua orang saksi;

(3)    Dalam hal orang dari mana benda itu disita atau keluarganya tidak mau membubuhkan tandatangannya hal itu dicatat dalam berita acara dengan menyebut alasannya;

(4)    Turunan dari berita acara itu disampaikan oleh penyidik kepada atasannya, orang dari mana benda itu disita atau keluarganya dan kepala desa.

3.3    Bahwa, Termohon 1 dalam melakukan penyitaan, berdasarkan ketentuan Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2) PERKAP 6/2019, wajib melengkapi dan/atau menunjukkan izin penyitaan dari pengadilan, atau setidak-tidaknya jika dalam keadaan mendesak, menunjukkan surat perintah penyitaan. Tapi, Termohon 1 tidak melengkapi dan/atau tidak menunjukkan izin penyitaan dari pengadilan maupun menunjukkan surat perintah penyitaan;
Penyitaan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 16 huruf e:
(1)    Dilakukan oleh Penyidik/Penyidik Pembantu terhadap benda/barang yang berkaitan dengan perkara yang ditangani untuk kepentingan penyidikan;

(2)    Penyidik/Penyidik Pembantu yang melakukan penyitaan sebagaimana dimaksud pada ayat (1), wajib dilengkapi dengan:
a.    Surat perintah penyitaan; dan
b.    Surat izin penyitaan dari ketua pengadilan, kecuali dalam hal tertangkap tangan.

3.4    Bahwa, dalam melakukan penyitaan, Termohon 1 juga mengabaikan dan/atau tidak melaksanakan ketentuan Pasal 34 ayat (1) PERKAP 8/2009. Padahal, ketentuan tersebut adalah kewajiban yang melekat kepada Termohon 1. Termohon wajib melaksanakannya. Ketika Termohon 1 tidak melaksanakan ketentuan tersebut, Termohon dapat dikategorikan melanggar larangan sebagaimana ketentuan Pasal  34 ayat (2) PERKAP 8/2009.
Pasal 34 ayat (1)
Dalam melakukan tindakan penyitaan barang bukti, petugas wajib:
a.    Melengkapi administrasi penyidikan;
b.    Melakukan penyitaan hanya terhadap benda yang ada hubungannya dengan penyidikan;
c.    Memberitahu tujuan penyitaan kepada pemilik;
d.    Menerapkan teknik dan taktik penyitaan sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
e.    Merawat barang bukti yang disita sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
f.    Menyimpan barang sitaan di rumah penyimpanan benda sitaan negara; dan
g.    Membuat berita acara penyitaan dan menyerahkan tanda terima barang yang disita kepada yang menyerahkan barang yang disita.

Pasal 34 ayat (2)
Dalam melakukan penyitaan barang bukti, petugas dilarang:
a.    Melakukan penyitaan tanpa dilengkapi administrasi penyidikan;
b.    Tidak memberitahu tujuan penyitaan;
c.    Melakukan penyitaan benda yang tidak ada hubungannya dengan penyidikan;
d.    Melakukan penyitaan dengan cara yang bertentangan dengan hukum;
e.    Tidak menyerahkan tanda terima barang yang disita kepada yang berhak;
f.    Tidak membuat berita acara penyitaan setelah selesai melaksanakan penyitaan;
g.    Menelantarkan barang bukti yang disita atau tidak melakukan perawatan barang bukti sesuai dengan peraturan perundang-undangan;
h.    Mengambil, memiliki, menggunakan, dan menjual barang bukti secara melawan hak.

4.    Dalam hal Penyidikan
Bahwa, Pemohon berhak mendapatkan SPDP sesuai ketentuan Pasal 14 ayat (1) PERKAP 6/2019 paling lambat 7 (tujuh) hari sejak diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan perkara a quo oleh Termohon 1. Cuma, sampai permohonan a quo diajukan, Pemohon tidak pernah menerima SPDP tersebut;
"SPDP sebagaimana dimaksud dalam Pasal 13 ayat (3) dikirimkan kepada penuntut umum, pelapor/korban, dan terlapor dalam waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterbitkan Surat Perintah Penyidikan".

Terkait penyerahan SPDP dalam kurun waktu paling lambat 7 (tujuh) hari setelah diterbitkannya Surat Perintah Penyidikan, sudah dikuatkan oleh Putusan MK Nomor: 130/PUU-XIII/2015, sehingga, Termohon 1 dalam memberikan dan/atau menyerahkan SPDP sudah menjadi keharusan dan/atau kewajiban. Atas tidak diterimanya SPDP perkara a quo dari Termohon 1 kepada Pemohon, Pemohon keberatan dan mohon agar Yang Mulia Hakim pemeriksa perkara a quo menjadikan keberatan ini sebagai salah satu pertimbangan atas Permohonan batalnya Objek Sengketa 1, Objek Sengketa 2, dan Objek Sengketa 3.

5.    Dalam hal Penetapan Sebagai Tersangka
Bahwa, di dalam Objek Sengketa 1 dan Objek Sengketa 2, dasar Pemohon ditangkap kemudian ditahan itu karena adanya Surat Perintah Penyidikan Nomor: Sp-sidik/09/XII2023/Polsek tanggal 28 Desember 2023. Dasar Surat Perintah Penyidikan ini memang diatur di dalam Pasal 13 ayat (1) huruf b PERKAP 6/2019. Cuma, jika dasar penangkapan dan penahanan Pemohon, tidak disempurnakan dengan Surat Penetapan Tersangka atas Pemohon, maka alasan Penangkapan dan Penahanan terhadap Pemohon prematur dan/atau cacat hukum. Sebab, Surat Perintah Penyidikan itu adalah guna kegiatan penyidikan dan dalam kegiatan penyidikan itu belum tentu ada tersangkanya sehingga perlu adanya Surat Penetapan sebagai Tersangka sebagai dasar lanjutan dari terbitnya Surat Perintah Penyidikan, untuk dijadikan salah satu alasan dalam menangkap dan menahan Pemohon. Alasan penangkapan dan penahanan itu salah satunya karena yang ditangkap dan ditahan sudah berstatus sebagai tersangka. Sedangkan penetapan sebagai tersangka, harus ditopang oleh 2 (dua) minimal alat bukti sebagaimana ketentuan Pasal 184 KUHAP. Terkait penetapan tersangka harus ditopang oleh 2 (dua) alat bukti minimal, dijelaskan di dalam Pasal 25 ayat (1) PERKAP 6/2019:
"Penetapan tersangka berdasarkan paling sedikit 2 (dua) alat bukti yang didukung barang bukti".


Surat Penetapan tersangka perkara a quo tidak ada. Atau setidak-tidaknya, tembusannya tidak diberikan dan/atau tidak disampaikan kepada Pemohon maupun keluarga Pemohon.

D.    Kesimpulan
1.    Bahwa, Objek Sengketa 1 dan Objek Sengketa 2, berdasarkan alasan-alasan yang dijabarkan di dalam B. Kronologi Perkara dan C. Permasalahan Hukum, menurut Pemohon, cacat hukum, karena bertentangan dengan:
1.1    Pasal 1 ayat (20), Pasal 17, Pasal 19 ayat (1), Pasal 34 ayat (1), Pasal 125, Pasal 126 ayat (2), Pasal 128, Pasal 129 KUHAP;
1.2    Pasal 14 ayat (1) Pasal 20 ayat (1), Pasal 21 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 25 ayat (1) PERKAP 6/2019;
1.3    Pasal 6 huruf d, Pasal 11 ayat (1) huruf i, Pasal 17 ayat (1) huruf a, b, c, d, dan g, Pasal 32 ayat (1) huruf a, b, c, d, dan i, Pasal 33 ayat (1) dan ayat (2), Pasal 34 ayat (1) dan ayat (2) PERKAP 8/2009;
1.4    Putusan MK Nomor: 21/PUU-XII/2014 dan Nomor: 130/PUU-XIII/2015.

2.    Bahwa, karena Objek Sengketa 1 dan Objek Sengketa 2 berupa:
2.1    Surat Perintah Penangkapan Nomor: Sprint-Kap/09/XII/2023/ Polsek tanggal 28 Desember 2023; dan
2.2    Surat Perintah Penahanan Nomor: SPP/09/XII/2023/Polsek tanggal 28 Desember 2023,

Cacat Hukum, maka, Objek Sengketa 1 dan Objek Sengketa 2 harus dinyatakan tidak sah.

3.    Bahwa, karena Objek Sengketa 1 dan Objek Sengketa 2 tidak sah, maka, Objek Sengketa 3, berupa Surat Perpanjangan Penahanan Nomor: B/40/M.5.35/EUL.1/I/2024 tanggal 15 Januari 2024, juga harus dinyatakan tidak sah karena dilandaskan dan/atau surat lanjutan dari terbitnya Objek Sengketa 2 dan Objek Sengketa 1 yang tidak sah. Pemohon harus dilepaskan dari segala tuntutan hukum, dikeluarkan dari tahanan yang ditahan berdasarkan Objek Sengketa 2 jo. Objek Sengketa 3;

4.    Bahwa, karena Objek Sengketa 1, Objek Sengketa 2, dan Objek Sengketa 3 tidak sah karena cacat hukum, diterbitkan dengan cara melawan hukum, maka Pemohon memohon agar direhabilitasi, dipulihkan kedudukan, harkat dan martabatnya sesuai ketentuan penjelasan Pasal 1 ayat (23), Pasal 68, Pasal 82 ayat (1) huruf b KUHAP.

PETITUM
Berdasarkan alasan-alasan yang disampaikan di dalam POSITA di atas, maka, Pemohon memohon kepada Yang Mulia Hakim pemeriksa perkara a quo untuk memutus yang amarnya:
1.    Mengabulkan Permohonan a quo untuk seluruhnya;
2.    Menyatakan:
2.1    Surat Perintah Penangkapan Nomor: Sprint-Kap/09/XII/2023/Polsek tanggal 28 Desember 2023;
2.2    Surat Perintah Penahanan Nomor: SPP/09/XII/2023/Polsek tanggal 28 Desember 2023; dan
2.3    Surat Perpanjangan Penahanan Nomor: B/40/M.5.35/EUL.1/I/2024 tanggal 15 Januari 2024
Tidak sah
3.    Melepaskan Pemohon dari segala tuntutan hukum;
4.    Memerintahkan Termohon 1 untuk melepas/mengeluarkan Pemohon dari Rumah Tahanan Negara Kepolisian Negara RI Resort Sumenep;
5.    Memulihkan nama baik, harkat, martabat dan kedudukan Pemohon seperti sedia kala dengan dilakukan rehabilitasi; dan
6.    Membebankan biaya perkara yang timbul sesuai ketentuan hukum.

Atau,
Apabila Yang Mulia Hakim pemeriksa perkara a quo memiliki pendapat yang berbeda, Pemohon memohon putusan yang adil sesuai ketentuan hukum yang berlaku.
Terima kasih,

Mengetahui,
Penasihat Hukum Pemohon

 

S U C I P T O, S. HI

 

Pihak Dipublikasikan Ya